Blogger Sasa
Rabu, 20 Januari 2016
Materi IKD II (Marry.R)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian Hubungan Terapeutik Perawat Klien
Hubungan terapeutik perawat-klien adalah
pengalaman belajar bersama dan pengalaman untuk memperbaiki emosi klien. Dalam
hubungan ini perawat memakai diri sendiri dan teknik pendekatan yang khusus
dalam bekerja dengan klien untuk memberi pengertian dan merubah perilaku klien.
Secara umum tujuan
hubungan terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart dan Sundeen, 1987;
96), yaitu:
1. Kesadaran
diri, penerimaan diri dan penghargaan diri yang meningkat
2. Pengertian
yang jelas tentang identitas diri dan integritas diri ditingkatkan
3. Kemampuan
untuk membina hubungan intim interdependen, pribadi dengan kecakapan menerima
dan memberi kasih sayang.
4. Meningkatkan
fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pribadi yang
realistis.
Untuk mencapai tujuan
di atas, berbagai aspek kehidupan klien akan diekspresikan selama berhubungan
dengan perawat. Perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan perasaan,
pikiran dan persepsi serta dihubungkan dengan perilaku yang tampak (hasil
observasi dan laporan). Area yang diidentifikasi sebagai konflik dan kecemasan
perlu diklarifikasi. Penting bagi perawat untuk mengidentifikasi kemampuan
klien dan mengoptimalkan kemampuan melakukan hubungan sosial dan keluarga.
Komunikasi akan menjadi baik dan perilaku maladaptif akan berubah jika klien
sudah mencoba pola perilaku dan koping baru yang konstruktif.
Status klien dalam
hubungan terapeutik perawat-klien sudah berubah dari dependen menjadi
interdependen. Pada waktu yang lalu, perawat mengambil keputusan untuk klien,
saat ini perawat memberi alternatif dan membantu klien dalam proses pemecahan
masalah (Cook dan Fontaine, 1987; 14).
Di dalam hubungan
terapeutik perawat-klien, perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam
membantu klien, perlu mengenal dirinya, termasuk perilaku, perasaan, pikiran
dan nilai agar asuhan yang diberikan tetap berkualitas dan menguntungkan klien.
Makalah ini akan
menguraikan bagaimana meningkatkan kesadaran diri perawat agar berkembang
kualitasnya dalam memberikan asuhan keperawatan yang mencakup uraian tentang
tahap hubungan perawat-klien, sifat hubungan dan teknik komunikasi dalam
berhubungan.
1.2 ANALISA DIRI PERAWAT
untuk Perawat
merupakan profesi yang menolong manusia untuk beradaptasi secara positif
terhadap stres yang dialami. Pertolongan yang diberikan harus bersifat
terapeutik. Instrumen utama yang dipakai adalah diri perawat sendiri. Jadi
analisa diri sendiri merupakan dasar utama untuk memberikan asuhan keperawatan
yang berkualitas.
Fokus analisa diri
yang penting adalah kesadaran diri, klarifikasi nilai, eksplorasi perasaan,
kemampuan menjadi model dan rasa tanggung jawab. Khususnya dalam berhubungan
dengan klien anak, perawat perlu mengkaji pengalaman masa kanak-kanaknya karena
dapat mempengaruhi interaksi. Dengan mengetahui sifat diri sendiri diharapkan
perawat dapat memakai dirinya secara terapeutik menolong klien tanpa merusak
integritas diri.
KESADARAN DIRI
Banyak pendapat
mengatakan bahwa perawat perlu menjawab pertanyaan “siapa saya?”. Perawat harus
dapat mengkaji perasaan, reaksi dan perilakunya secara pribadi maupun sebagai
pemberi asuhan keperawatan. Kesadaran diri akan membuat perawat menerima
perbedaan dan keunikan klien.
Kesadaran diri dan
perkembangan diri perawat perlu ditingkatkan agar penggunaan diri secara
terapeutik dapat lebih efektif. Johari Window (Stuart dan Sundeen, 1987; 98)
menggambarkan tentang perilaku, pikiran dan perasaan seseorang melalui gambar
berikut.
1
Diketahui oleh diri sendiri
dan orang lain
|
2
Hanya diketahui oleh
orang lain
|
3
Hanya diketahui oleh
diri sendiri
|
4
Tidak diketahui oleh
siapapun
|
Kuadran 1 adalah
kuadran yang terdiri dari perilaku, pikiran dan perasaan yang diketahui oleh
individu dan orang lain di sekitarnya. Kuadran 2 sering disebut kuadran buta
karena hanya diketahui oleh orang lain. Kuadran 3 disebut rahasia karena hanya
diketahui oleh individu. Ada 3 prinsip yang dapat diambil dari Johari Window,
yaitu:
1. Perubahan
satu kuadran akan mempengaruhi kuadran yang lain.
2. Jika
kuadran 1 yang paling kecil, berarti komunikasinya buruk atau kesadaran dirinya
kurang.
3. Kuadran
1 paling besar pada individu yang mempunyai kesadaran diri yang tinggi.
Kesadaran diri dapat ditingkatkan
melalui 3 cara (Stuart dan Sundeen, 1987; 98-99), yaitu:
1. Mempelajari
diri sendiri
Proses eksplorasi diri sendiri, tentang
pikiran, perasaan, perilaku, termasuk pengalaman yang menyenangkan, hubungan
interpersonal dan kebutuhan pribadi.
2. Belajar
dari orang lain
Kesediaan dan keterbukaan menerima umpan balik
dari orang lain akan meningkatkan pengetahuan tentang diri sendiri. Aspek yang
negatif memberi kesadaran bagi individu untuk memperbaikinya sehingga individu
akan selalu berkembang setiap menerima umpan balik.
3. Membuka
diri.
Keterbukaan merupakan salah satu kriteria
kepribadian yang sehat. Untuk ini harus ada teman intim yang dapat dipercaya
untuk menceritakan hal yang meupakan rahasia.
Proses peningkatan kesadaran
diri sering menyakitkan dan tidak mudah khususnya jika ditemukan konflik dengan
ideal diri tetapi hal ini merupakan tantangan untuk berubah dan tumbuh.
1.3 KLARIFIKASI NILAI
Walaupun hubungan
perawat-klien merupakan hubungan timbal balik tetapi kebutuhan klien selalu
diutamakan. Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang
cukup sehingga tidak menggunakan klien untuk kepuasan dan keamanannya.
Jika perawat mempunyai
konflik, ketidakpuasan, sebaiknya perawat menyadari dan mengklarifikasi agar
tidak mempengaruhi hubungan perawat-klien. Dengan menyadari sistem nilai yang
dimiliki perawat, misalnya kepercayaan, seksual, ikatan keluarga, perawat akan
siap mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan sistem nilai yang
dimiliki.
EKSPLORASI PERASAAN
Perawat perlu terbuka
dan sadar terhadap perasaannya dan mengontrolnya agar ia dapat menggunakan
dirinya secara terapeutik (Stuart dan Sundeen, 1987; 102). Jika perawat terbuka
pada perasaannya maka ia mendapatkan dua informasi penting yaitu bagaimana responnya
terhadap klien dan bagaimana penampilannya terhadap klien. Sewaktu berbicara
dengan klien, perawat harus menyadari responnya dan mengontrol penampilannya.
KEMAMPUAN MENJADI MODEL
Perawat yang mempunyai
masalah pribadi seperti ketergantungan obat, hubungan interpersonal yang
terganggu akan mempengaruhi hubungannya dengan klien. (Stuart dan Sundeen,
1987; 103). Perawat mungkin menolak dan mengatakan bahwa ia dapat memisahkan
hubungan profesional dengan kehidupan pribadi. Tetapi hal ini tidak mungkin
pada asuhan kesehatan jiwa karena perawat memakai dirinya secara terapeutik
dalam menolong klien.
Perawat yang efektif
adalah perawat yang dapat memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasi
oleh konflik, distres atau pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta
adaptasi yang sehat. Perawat diharapkan bertanggung jawab atas perilakunya,
sadar akan kelemahan dan kekurangannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 HUBUNGAN TERAPEUTIK
Dalam Hubungan
terapeutik antara perawat-klien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan
tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman membina hubungan intim yang terapeutik
(Stuart dan Sundeen, 1987; 103). (Lihat Tabel 1).
Tabel 1. Perbedaan Hubungan Sosial dan
Hubungan Terapeutik
Komponen
Hubungan
|
Hubungan
Sosial
|
Hubungan
Terapeutik
|
Saling
membuka diri
Fokus
percakapan
Topik
yang tepat
Hubungan
pengalaman dengan topik percakapan
Orientasi
waktu
Pengungkapan
perasaan
Pengakuan
harkat individu
|
Bervariasi
Tidak
dikenal oleh partisipan
Sosial,
bisnis, umum dan tidak pribadi
Tidak
terkait dan mengguna-kan pengetahuan yang tidak berhubungan
Masa
lalu dan masa mendatang
Ungkapan
perasaan dihindari
Tidak
diakui
|
Klien
membuka diri, pera-wat membuka diri dalam rangka menanggapi saja.
Dikenal
oleh perawat dan klien
Pribadi
dan berhubungan dengan perawat dan klien
Ada
keterlibatan dan meng-gunakan pengetahuan yang berkaitan.
Sekarang
Ungkapan
perasaan dido-rong oleh perawat.
Sangat
diakui.
|
Sumber: Longo, DC. dan William, RA (1986; 25)
Dalam proses membina
hubungan sesuai dengan tingkat perkembangan klien dengan mendorong perkembangan
klien dalam menyadari dan mengidentifikasi masalah dan membantu pemecahan
maslah. Menurut ahli pendidikan anak membutuhkan asuhan dan pengalaman belajar
agar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Perawat memberi umpan balik
dan alternatif pemecahan dan klien dapat memakai informasi untuk menangani
masalah yang belum dipecahkan secara konstruktif.
Proses berhubungan
perawat-klien dapat dibagi dalam 4 fase, yaitu fase pra interaksi, fase
perkenalan atau orientasi, fase kerja dan fase terminasi (Stuart dan Sundeen,
1987; 104). Setiap fase ditandai dengan serangkaian tugas yang perlu dilaksanakan
(lihat Tabel 2).
2.2 FASE-FASE
Tabel 2. Tugas Perawat pada Hubungan
Terapeutik
Fase
|
Tugas1
|
Prainteraksi
|
· Eksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan sendiri
· Analisa kekuatan-kelemahan
profesional
· Dapatkan data tentang klien jika
mungkin
· Rencanakan pertemuan pertama
|
Orientasi
|
· Tentukan alasan klien minta
pertolongan
· Bina rasa percaya, penerimaan dan
komunikasi terbuka
· Rumuskan kontrak pertama
· Eksplorasi pikiran, perasaan dan perilaku
klien
· Identifikasi masalah klien
· Rumuskan tujuan dengan klien
|
Kerja
|
· Eksplorasi stressor yang tepat
· Dorong perkembangan kesadaran diri
klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif.
· Atasi penolakan perilaku adaptif
|
Terminasi
|
· Ciptakan realitas perpisahan
· Bicarakan proses terapi dan
pencapaian tujuan
· Saling mengeksplorasi perasaan
penolakan dan kehilangan, sedih, marah dan perilaku klien
|
FASE PRA INTERAKSI
Fase pra interaksi
dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi perasaan,
fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk
melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat yang sudah
berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah pengalamannya
berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Ia seharusnya
mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri yang adekuat, mempunyai
hubungan yang konstruktif dengan orang lain dan berpegang pada kenyataan dalam
menolong klien (Stuart dan Sundeen, 1987; 105).
Pemakaian diri secara
terapeutik berarti memaksimalkan pemakaian kekuatan dan meminimalkan pengaruh
kelemahan diri dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
Tugas tambahan pada
fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan menetukan kontak
pertama
FASE ORIENTASI
Fase ini dimulai pada
saat pertemuan pertama dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan
klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan
perawat-klien.
Dalam memulai
hubungan, tugas utama perawat adalah membina rasa percaya, penerimaan dan
pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien.
Elemen-elemen kontrak (lihat Tabel 3) perlu diuraikan dengan jelas kepada klien
sehingga kerjasama dapat dilakukan secara optimal. Diharapkan klien berperan
serta secara penuh dalam kontrak, tetapi pada kondisi tertentu misalnya pada
klien dengan gangguan realitas, maka kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu
mengulang kontrak jika kontak relitas klien meningkat.
Tugas perawat adalah
mengeksplorasi pikiran, perasaan, perbuatan klien dan mengidentifikasi masalah
serta merumuskan tujuan bersama klien.
Tabel 3. Elemen Kontrak Perawat-Klien
· Nama
individu (perawat dan klien)
· Peran
perawat dan klien
· Tanggung
jawab perawat dan klien
· Tujuan
hubungan
· Tempat
pertemuan
· Waktu
pertemuan
· Situasi
terminasi
· Kerahasiaan
|
FASE KERJA
Pada fase kerja
perawat dan klien mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong perkembangan
kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan perbuatan
klien. Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan
tanggung jawab diri sendiri serta mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif. Perubahan perilaku maladaptif menjadi adaptif merupakan fokus fase
ini.
FASE TERMINASI
Terminasi merupakan fase yang sangat
sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa percaya dan hubungan intim
yang terapeutik sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Keduanya
(perawat dan klien) akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada
saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasan
terminasi, tugas perawat pada fase ini adalah menghadapi realitas perpisahan
yang tidak dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali
proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah,
sedih, penolakan perlu dieksplorasi dan diekspresikan.
Fase terminasi harus
diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses terminasi yang sehat
akan memberi pengalaman positif dalam membantu klien mengembangkan koping untuk
perpisahan. Reaksi klien dalam menghadapi terminasi dapat bermacam cara. Klien
mungkin mengingkari perpisahan atau mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat
mengekspresikan perasaan marah dan bermusuhannya dengan tidak menghadiri
pertemuan atau bicara yang dangkal. Terminasi mendadak dan tanpa persiapan
mungkin dipersepsikan klien sebagai penolakan atau perilaku klien kembali pada
perilaku sebelumnya dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan
kerena klien masih memerlukan bantuan.
2.3 KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Teori komunikasi
sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987; 111),
karena:
1. Komunikasi
merupakan cara untuk membina hubungan terapeutik. Dalam proses komunikasi
terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran.
2. Maksud
komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Berarti keberhasilan
intervensi keperawatan tergantung pada komunikasi karena proses keperawatan
ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
3. Komunikasi
adalah hubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai
tanpa komunikasi.
Dalam membina hubungan
terapeutik dengan klien, perawat perlu mengetahui proses komunikasi dan
keterampilan berkomunikasi dalam membantu klien memecahkan masalahnya.
Elemen yang harus ada
pada proses komunikasi adalah pengirim pesan, penerima pesan, pesan, media dan
umpan balik. Semua perilaku individu (pengirim dan penerima) adalah komunikasi
yang akan memberikan efek pada perilaku. Pesan yang disampaikan dapat verbal
maupun non verbal. Bermain merupakan cara berkomunikasi dan berhubungan yang
baik dengan klien anak.
Perawat dapat
menyampaikan atau mengkaji pesan secara non verbal antara lain:
1. Vokal:
nada, kualitas, keras atau lembut, kecepatan yang semuanya menggambarkan
suasana emosi.
2. Gerakan:
refleks, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang atau gerakan-gerakan yang
lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat diartikan sebagai suasana hati.
3. Jarak
(space): jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan tingkat keintiman
hubungan.
4. Sentuhan:
dikatakan sangat penting tetapi perlu mempertimbangkan aspek budaya dan
kebiasaan setempat.
2.4 SIKAP PERAWAT DALAM BERKOMUNIKASI
Perawat hadir secara
utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien. Perawat
tidak cukup hanya mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi tetapi yang
sangat penting adalah sikap atau penampilan dalam berkomunikasi.
Ø KEHADIRAN DIRI SECARA
FISIK
Egan (1975, dikutip
oleh Kozier dan Erb, 1983; 372) mengidentifikasi 5 sikap atau cara untuk
menghadirkan diri secara fisik, yaitu:
1. Berhadapan.
Arti dari posisi ini adalah ”saya siap untuk anda”.
2. Mempertahankan
kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan
menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk
ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar
sesuatu.
4. Mempertahankan
sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi.
5. Tetap
relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberi respon terhadap klien.
Sikap fisik dapat pula
disebut sebagai perilaku non verbal yang perlu dipelajari pada setiap tindakan
keperawatan. Beberapa perilaku non verbal yang dikemukakan oleh Clunn (1991;
168-173) yang perlu diketahui dalam merawat anak adalah:
1. Gerakan
mata.
Gerakan mata dapat
dipakai untuk memberikan perhatian. Kontak mata berkembang pada anak sejak
lahir. Kontak mata antara ibu dan bayi merupakan cara interaksi dan kontak
sosial. Perawat perlu mengetahui perkembangan kontak mata, misalnya usia 2
bulan bayi tersenyum jika kontak mata dengan ibu. Bayi dan anak memperlihatkan
reaksi yang tinggi terhadap rangsangan visual (Mahler, dikutip oleh Clunn,
1991; 171).
Kontak mata dan ekspresi muka adalah alat
pertama yang dipakai untuk pendidikan dan sosialisasi. Anak sangat mengerti
akan ekspresi ibu yang marah, sedih atau tidak setuju.
2. Ekspresi
muka
Ekspresi muka umumnya dipakai sebagai bahasa
non verbal namun banyak dipengaruhi oleh budaya. Orang yang tidak percaya pasti
akan tampak dari ekspresi muka tanpa ia sadari.
3. Sentuhan
Sentuhan merupakan cara interaksi yang
mendasar. Konsep diri didasari oleh asuhan ibu yang memperlihatkan perasaan
menerima dan mengakui. Ikatan kasih sayang dibentuk oleh pandangan, suara dan
sentuhan yang menjadi elemen penting dalam pembentukan ego, perpisahan dan
kemandirian (Rubin, dikutip oleh Clunn, 1991, 173).
Sentuhan sangat penting bagi anak sebagai alat
komunikasi dan memperlihatkan kehangatan, kasih sayang yang pada kemudian hari
(dewasa) mengembangkan hal yang sama baginya.
KEHADIRAN DIRI SECARA PSIKOLOGIS
Kehadiran diri secara
psikologis dapat dibagi dalam 2 dimensi yanitu dimensi respon dan dimensi
tindakan (Truax, Carkhoff dan Benerson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987;
126).
2.5 Dimensi Respon
Dimensi respon terdiri
dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, empati dan konkrit. Dimensi respon
sangat penting pada awal berhubungan dengan klien untuk membina hubungan saling
percaya dan komunikasi yang terbuka. Respon ini harus terus dipertahankan
sampai pada akhir hubungan.
1. Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan,
kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam berhubungan demgan klien. Perawat
berespon dengan tulus, tidak berpura-pura, mengekspresikan perasaan yang
sebenarnya dan spontan.
2. Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap
perawat harus tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek dan tidak
menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui: duduk diam bersama
klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien dan menerima
permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.
3. Empati
Empati merupakan kemampuan masuk dalam
kehidupan klien agar dapat merasakan pikiran dan perasaannya. Perawat memandang
melalui pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi
masalah klien serta membantu klien mengatasi masalah tersebut. Melalui
penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 129)
mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat empati
yang tinggi sebagai berikut:
· Memperkenalkan
diri kepada klien.
· Kepala
dan badan membungkuk ke arah klien.
· Respon
verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
· Kontak
mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara, gelisah,
ekspresi wajah.
· Tunjukkan
perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.
· Nada
suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
4. Konkrit
Perawat menggunakan terminologi yang spesifik,
bukan yang abstrak. Hal ini perlu untuk menghindarkan keraguan dan
ketidakjelasan. Ada 3 kegunaannya, yaitu:
· Mempertahankan
respon perawat terhadap perasaan klien
· Memberi
penjelasan yang akurat oleh perawat
· Mendorong
klien memikirkan masalah yang spesifik.
2.6 Dimensi Tindakan
Dimensi tindakan tidak
dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan yang dilaksanakan harus dalam
konteks kehangatan dan pengertian. Perawat senior sering segera masuk dimensi
tindakan tanpa membina hubungan yang adekuat sesuai dengan dimensi respon.
Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri yang tinggi dan
kemudian dilanjutkan dengan dimensi tindakan.
Dimensi tindakan
terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emotional chatarsis dan
bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1987; 131)
1. Konfrontasi.
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan
perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart
dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori konfrontasi, yaitu:
a. Ketidaksesuaian
antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri klien
(keinginan klien)
b. Ketidaksesuaian
antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
c. Ketidaksesuaian
antara pengalaman klien dan pengalaman perawat.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan
kesadaran klien terhadap kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku.
Konfrontasi dilakukan secara asertif, bukan marah atau agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu
mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya, waktu yang tepat,
tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat
diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya
belum berubah.
2. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan
hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan
berkeinginan membantu dengan segera.
3. Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi
tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat
membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar
pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan
memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan
keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan
perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).
4. Emotional
Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta
bicara tentang hal yang sangat mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan
pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien
mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran mengekspresikan
perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika
berada pada situasi klien.
5. Bermain
Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada
situasi tertentu. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam
berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain
peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa bebas
mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.
Ringkasan dimensi
respon dan tindakan dapat dilihat pada Tabel 4. Perawat senantiasa harus
mencoba berbagai teknik, cara dan sikap yang dapat meningkatkan efektivitas
komunikasi dan hubungan perawat-klien.
Tabel 4. Respon dan Tindakan
Terapeutik dalam Hubungan Perawat-Klien
Dimensi
|
Karakteristik
|
Respon:
1. Ikhlas
2. Respek
(Menghargai)
3. Empati
4. Konkrit
|
- Perawat
terbuka, jujur, realistis, dapat dipercaya
- Menerima
klien, mempercayai klien mempunyai kemampuan memecahkan
masalah dengan bantuan
- Menghargai
klien tanpa syarat
- Memandang
klien melalui pandangan klien sendiri (internal)
- Peka
terhadap perasaan klien saat ini
- Dapat
mengidentifikasi masalah klien dan memberi alternatif pemecahan pada klien
sesuai dengan ilmu dan pengalaman perawat tanpa menggangu integritas diri
perawat
- Menggunakan
terminologi yang spesifik bukan yang abstrak dalam mendiskusikan perasaan,
pengalaman dan perilaku
|
Tindakan:
1. Konfrontasi
2. Segera
3. Keterbukaan
4. Emotional
chatarsis
5. Bermain
peran
|
- Perawat
mengekspresikan kesenjangan perilaku klien untuk meningkatkan kesadaran
dirinya.
- Memberi
respon segera pada hal yang terjadi sekarang di tempat ini.
- Terjadi
pada waktu interaksi dan dipakai untuk mempelajari fungsi klien dalam
hubungan interpersonal
- Perawat
mengemukakan informasi tentang dirinya, ide, perasaan, nilai dan sikapnya
untuk mendukung kerjasama dengan klien
- Mendorong
klien bicara hal yang mencemaskan, perasaan takut, pengalaman dan kecemasan
didiskusikan secara terbuka
- Bermain
peran tentang situasi tertentu untuk meningkatkan kesadaran dalam hubungan
interaksi dan kemampuan melihat situasi dari pandangan yang berbeda
- Klien
belajar perilaku baru pada situasi yang aman.
|
BAB III
KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN KLIEN ANAK
PENDAHULUAN
1.1 Cara berkomunikasi
Cara yang terapeutik
dalam berkomunikasi dengan anak adalah sebagai berikut:
1.
Nada suara
Bicara lambat dan jika tidak dijawab harus
diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana. Hindari sikap mendesak
untuk dijawab dengan mengatakan “jawab dong”.
2.
Mengalihkan aktivitas
Kegiatan anak yang berpindah-pindah dapat
meningkatkan rasa cemas terapis dan mengartikannya sebagai tanda hiperaktif.
Anak lebih tertarik pada aktivitas yang disukai sehingga perlu dibuat jadual
yang bergantian antara aktivitas yang disukai dan aktivitas terapi yang
diprogramkan.
3.
Jarak interaksi
Perawat yang mengobservasi tindakan non verbal
dan sikap tubuh anak harus mempertahankan jarak yang aman dalam berinteraksi.
4.
Marah
Perawat perlu mempelajari tanda kontrol
perilaku yang rendah pada anak untuk mencegahtemper tantrum. Perawat
menghindari bicara yang keras dan otoriter serta mengurangi kontak mata jika
respon anak meningkat. Jika anak mulai dapat mengontrol perilaku maka kontak
mata dimulai kembali namun sentuhan ditunda dahulu.
5.
Kesadaran diri
Perawat harus menghindari konfrontasi secara
langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Meja tidak diletakkan antara
perawat dan anak. Perawat secara non verbal selalu memberi dorongan, penerimaan
dan persetujuan jika diperlukan.
6.
Sentuhan
Jangan sentuh anak tanpa izin dari anak.
Salaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan stres dan cemas khususnya
pada anak laki-laki.
1.2 TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Dalam menanggapi pesan
yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi
terapeutik sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1987; 124):
1.
Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan
mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada
klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2.
Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Memberi kesempatan untuk memilih, contoh:
apakah yang sedang saudara pikirkan?, apa yang akan kita bicarakan hari ini?.
Beri dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan, saya mengerti atau oohh.
3.
Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan
klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat
mengikuti pembicaraan klien.
4.
Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas,
tidak mendengar atau klien berhenti karena malu mengemukakan informasi,
informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah.
Contoh: dapatkah anda menjelaskan kembali tentang …? Gunanya untuk kejelasan
dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat-klien.
5. Refleksi
a. Refleksi isi,
memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan
pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan,
memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien
mengetahui dan menerima perasaannya.
Gunanya untuk:
a. mengetahui dan
menerima ide dan perasaan
b. mengoreksi
c. memberi keterangan
lebih jelas.
Kerugiannya adalah:
a. mengulang terlalu
sering tema yang sama
b. dapat menimbulkan
marah, iritasi dan frustasi.
6. Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topik yang telah
dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu
lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.
Contoh:
Klien
: Wanita sering jadi bulan-bulanan.
Perawat
: Coba ceritakan bagaimana perasaan anda sebagai wanita.
7. Membagi
Persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat
rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan
memberi informasi.
Contoh: Anda tertawa,
tetapi saya rasa anda marah kepada saya.
8. Identifikasi
Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang
dialami klien yang muncul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan
pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting.
Misalnya: Saya lihat dari semua keterangan
yang anda jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?
9. Diam (Silence)
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah
mengajukan pertanyaan. Tujuannya untuk memberi kesempatan berpikir dan
memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri, teknik diam
berarti perawat menerima klien.
10. Informing
Memberi informasi dan
fakta untuk pendidikan kesehatan.
11. Saran
Memberi alternatif ide untuk pemecahan
masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan.
Perawat perlu
menganalisa teknik komunikasi yang tepat setiapkali ia berhubungan dengan
klien. Melalui komunikasi verbal dapat disampaikan informasi yang akurat tetapi
aspek emosi dan perasaan tidak dapat diungkapkan seluruhnya secara verbal.
Dengan mengerti proses
komunikasi dan menguasai berbagai keterampilan berkomunikasi, diharapkan
perawat dapat memakai dirinya secara utuh (verbal dan non verbal) untuk memberi
efek terapeutik kepada klien.
BAB VI
PENUTUP
v KESIMPULAN
Hubungan perawat-klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar
bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat memakai
dirinya secara terpeutik dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar
perilaku klien berubah ke arah yang positif seoptimal mungkin.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus
menganalisa dirinya: kesadaran diri, klarifikasi nilai, persaan dan mampu
menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang
disampaikan perawat (verbal atau non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik
untuk klien.
Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk
evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan keterampilan yang
tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip di sini
dan saat ini (here and now).
Rasa aman merupakan hal utama yang harus diberikan pada anak
agar anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa kritik dan hukuman.
v Saran
Di
harapkan dengan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi para
pembaca agar dapat mengaplikasikan nilai-nilai positif dan mengetahui tentang
tujuan kami yaitu Dalam Hubungan
terapeutik antara perawat-klien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan
tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman membina Hubungan
komunikasi terapeutik dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Diperoleh dari
“http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=%27=9868175
Langganan:
Postingan (Atom)